Kehidupan
Ekonomi nasional Indonesia yang baru merdeka masih sangat terbelakang. Upaya
yang dilakukan pemerintah untuk mengubah struktur ekonomi kolonial ke ekonomi
nasional yang sesuai dengan jiwa bangsa Indonesia berjalan tersedat-sedat.
Faktor-faktor yang menyebabkan pertumbuhan ekonomi Indonesia
tersedat-sedat.
1. Situasi
keamanan dalam negeri yang tidak menguntungkan karena banyak pemberontakan dan
gerakan separatisme di berbagai daerah.
2. Terlalu
sering berganti kabinet yang menyebabkan program-program kabinet tidak dapat
dilaksanakan, sementara program baru mulai dirancang.
3. Belum
memiliki pengalaman menata ekonomi secara baik serta belum memiliki tenaga ahli
dan dana yang diperlukan secara memadai.
Untuk
mengatasi kesulitan ekonomi tersebut pemerintah melakukan kebijakan-kebijakan
ekonomi yaitu sebagai berikut.
a. Gunting
Syafruddin
Gunting Syafruddin adalah kebijakan
moneter yag ditetapkan oleh Menteri Keuangan Syafruddin Prawiranegara sehingga
disebut Gunting Syafruddin. Pada tanggal 19 Maret 1950, berdasarkan surat
keputusan menteri Nomor 1 PU tanggal 19 Maret 1950 Syafruddin mengambil
tindakan pemotongan uang. Menurut kebijakan itu uang merah( uang NICA dan uang
De Javasche Bank dari pecahan Rp 5 ke atas digunting menjadi dua. Gunting kiri
tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah dengan nilai setengah dari nilai
semula sampai tanggal 9 Agustus. Mulai 22 Maret sampai 16 April, bagian kiri
itu harus ditukarkan dengan uang kertas baru di bank dan tempat-tempat yang
ditunjuk, Lebih dari tanggal tersebut, maka bagian kiri itu tidak lagi berlaku.
Gunting kanan dinyatakan tidak berlaku, tetapi dapat ditukarkan dengan obligasi
Negara sebesar setengah dari nilai semula, dan akan dibayar empat puluh tahun
kemudian dengan bunga 3% setahun.
Tindakan ini dilakukan dengan cara
mengubah uang Rp 2,50 ke atas menjadi separuhnya. dengan demikian, rakyat kecil
tidak dirugikan karena yang memiliki uang Rp 2,50 keatas hanya orang-orang
kelas menengah ke atas. Kebijakan ini dibuat untuk mengatasi situasi ekonomi
idonesa yang saat itu sedang terpuruk utang menumpuk, inflansi tinggi, dan
harga melambung.
b. Sistem
Ekonomi Gerakan Benteng
Menurut Prof. Dr. Sumitro
Joyohadikusumo bahwa yang perlu dilakukan dalam pembangunan ekonomi Indonesia
adalah mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi sruktur ekonomi nasional. D
kalangan bangsa Indonesia harus segara ditumbuhkan kelas pengusaha. Para
pengusaha Indonesia yang pada umumnya bermodal lemah, perlu diberi kesempatan
untuk dapat berpartisipasi dalam pembangunan ekonomi nasional.Program Sumitro
in dikenal dengan nama Gerakan Benteng yang dimulai pada bulan April 1950. Pada
waktu itu Sumitro menjabat sebagai menteri perdagangan pada kabinet Natsir.
Pengusaha Pribumi sangat bergantung pada pemerintah akhirnya program Benteng
ini tidak berhasil mencapai tujuannya. Mereka kurang mandiri untuk
mengembangkan usahanya, bahkan ada pegusaha yang menyalahgunakan kebijakan
pemerintah dengan cara mencari keuntungan secara cepat dari kredit yang
diperoleh.
c.
Nasionalisasi De Javasche Bank
Tujuan nasionalisasi ini adalah
untuk menaikkan pendapatan dan menurunkan biaya ekspor, serta melakukan
penghematan secara drastis. De Javasche Bank dinasionalisasikan dalam rangka
mengatasi krisis moneter pada masa Kabinet
Sukiman. Pada tanggal 12 Juli 1951 pemerintah menghentikan Dr. Houwik
sebagai presiden De Javasche Bank dan mengangkat Mr.
Syafruddin Prawiranegara sebagai presiden De Javasche Bank.
d. Sistem
Ekonomi Ali-Baba
Sistem ini ditunjukkan untuk
memajukan pengusaha pribumi. Untuk memajukan ekonomi pengusaha pribumi (Ali)
harus bekerja sama dengan pengusaha nonpribumi (Baba). Menteri perekonomian Mr. Iskaq Cokrohadisuryo
memprakarsai system ekonomi baru yang dikenal dengan sistem Ali-Baba. Sistem
Ali-Baba mengalami kegagalan karena pengusaha nonpribumi lebih berpengalaman
dari pengusaha pribumi untuk memperoleh bantuan kredit.
e.
Persaingan Finansial Ekonomi (finek)
Pada masa kabinet Burhanuddin Harahap dikirim delegasi yang dipimpin oleh anak
Agung Gede Agung ke Jenewa untuk merundingkan masalah Finansia ekonomi antara
Indonesia dan Belanda. Pada tanggal 7 Januari 1956 dicapai kesepakatan rencana
persetujuan Finek yaitu sebagai berikut.
a. Persetujuan Finek hasil KMB
dibubarkan.
b. Hubungan Finek Indonesia dan
Belanda didasarkan atas hubungan bilateral.
c. Hubungan
Finek didasarkan pada UU Nasional dan tidak boleh diikat oleh perjanjian lain
antara kedua belah pihak.
Belanda
tidak mau menandatangani rencana
persetujuan tersebut, kemudian pemerintah RI mengambil lengkah sepihak dengan
membubarkan uni Indonesia-Belanda pada tanggal 13 Februari 1956. Hal tersebut
dilakukan dengan maksud untuk melepaskan diri dari keterkaitan ekonomi dengan
Belanda.
No comments:
Post a Comment